MOTIVASI| OPINI| PENGOLAHAN PRODUK| TANAMAN OBAT| CERPEN| FOTOGRAFI| HITAM PUTIH

Senin, 28 Juli 2008

Hati

Tak ada musuh yang tak dapat ditaklukkan oleh cinta
Tak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan oleh kasih sayang
Tak ada permusuhan yang tak dapat di maafkan oleh ketulusan
Tak ada kesulitan yang tak dapat di pecahkan oleh kesabaran
Semua itu haruslah berasal dari hati.

Jadilah hamba hati atau yang setidaknya yang tunduk kepadanya
Sebab jika tidak, kau akan kehilangan daya
Bagaikan seekor keledai yang terjebak di dalam Lumpur
Jika seorang tak memiliki hati ia tak akan memperoleh keberuntungan.

Hati adalah sumber cahaya batiniah, inspirasi, kreativitas dan belas kasih.
Mukmin sejati hatinya hidup, terjaga, dan dilimpahi cahaya.
“ jika kata-kata berasal dari hati, ia akan masuk kedalam hati, jika ia keluar dari lisan, maka akan melewati pendengaran”.

Hati berisikan prinsip-prinsip pengetahuan yang mendasar.
Ia bagaikan mata air yang mengisi kolam pengetahuan di dalam dada.
Hati adalah akar dan dada adalah cabang yang diberi makan oleh hati.
Pengetahuan batiniah dari hati maupun pengetahuan luar dari akal ( atau dada) sama-sama penting.

Ya Allah, anugrahilah aku kecintaan kepada-Mu dan kecintaan terhadap mereka yang mencintai-Mu, dan mencintai apapun yang mendekatkan aku kepada Mu. Ya Allah, jadikanlah cintamu lebih berharga bagiku daripada air dingin bagi orang-orang yang kehausan.

Kamis, 26 Juni 2008

Iman Kepada Takdir

Iman kepada takdir merupakan salah satu rukun Iman yang harus dipahami dan diyakini dengan benar. Berikut ulasan Syaikh Mohammad bin Shalih Utsaimin di dalam Syarh Tsalatsatil Ushul. Qadar yaitu ketentuan Allah yang berlaku bagi setiap makhluk-Nya, sesuai dengan ilmu dan hikmah yang dikehendak-Nya.

UNSUR-UNSUR IMAN KEPADA TAKDIR

Beriman terhadap qadar atau takdir mengandung empat unsur:

Pertama
Beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu secara rinci dan global sejak zaman dulu dan azali, baik yang berhubungan dengan pekerjaan Dzat-Nya maupun hamba-Nya.

Kedua
Beriman bahwa Allah menulis semua ketentuan (qadar) tersebut di Lauh Mahfuzh.
Untuk dua hal ini Allah berfirman,''Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikaan itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfudz). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.'' (Al-Hajj: 70).
Dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu'anhuma berkata,
''Saya mendengar Rasulullah bersabda, 'Allah telah menulis ketentuan seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi selang waktu lima puluh ribu tahun.'' (HR. Muslim)

Ketiga
Beriman bahwa semua yang ada di alam tidak ada kecuali atas kehendak Allah, baik yang berhubungan dengan perbuatan-Nya atau perbuatan ciptaan-Nya.Firman Allah yang berhubungan dengan perbuatan-Nya, ''Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.''(Al-Qashash:68).
''Dan Allah membuat apa saja yang Ia kehendaki.''(Ibrahim: 27)
''Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya.'' (Ali Imran:6).

Adapun yang berhubungan dengan perbuatan hamba-Nya, Allah berfirman ''Kalau menghendaki tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu.''(An-Nisa': 90).
''Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.''(Al-An'am:112).


Keempat
Beriman bahwa segala makhluk yang ada adalah ciptaan Allah, baik dzatnya, sifatnya maupun gerakannya.

Firman Allah
''Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.''(Az-Zumar: 62).
Firman Allah tentang pribadi Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
''Padahal Allahlah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat.''(Ash-Shaffat: 96)

Firman Allah
''Dan Dialah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.'' (Al-Furqan: 2)

BERIMAN KEPADA TAKDIR TIDAK MENAFIKAN KEHENDAK MAKHLUK
Beriman terhadap qadar (takdir) seperti yang telah kita jelaskan tidak menafikan bahwa hamba memiliki kehendak untuk memilih sesuatu perbuatan karena secara dalil naqli dan aqli menunjukkan hal itu.

Dalil syar'i (naql)
Allah berfirman menjelaskan bahwa manusia memiliki kehendak
''Maka barangsiapa siapa menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya'' (An-Naba': 39)
''Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.'' (Al-Baqarah: 223).
''Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah'' (At-Taghabun:16).

Firman-Nya
''Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, ia mendapat pahata (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.'' (Al Baqarah: 286).

Secara Fakta
Setiap orang mengetahui bahwa ia memiliki kehendak dan kemampuan untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu perbuatan. Ia sendiri bisa membedakan antara perbuatan yang ia lakukan dengan kehendaknya, seperti berjalan dengan perbuatan yang terjadi di luar kehendak, seperti gemetar. Akan tetapi kehendak dan kemampuan hamba tersebut terjadi atas kehendak dan kekuasaan Allah, karena Allah berfirman
''(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta-alam.'' (At-Takwir: 28-29).
Setiap yang ada di alam adalah milik Allah dan tidak mungkin sesuatu yang menjadi hak milik-Nya terjadi tanpa sepengetahuan dan kehendak-Nya.

IMAN KEPADA TAKDIR BUKAN DALIH DIBOLEHKANNYA MELAKUKAN MAKSIAT
Beriman terhadap qadar (takdir) bukan berarti menjadi alasan untuk meninggalkan kewajiban atau mengerjakan kemaksiatan. Siapa yang menjadikan takdir sebagai alasan untuk meninggalkan kewajiban atau mengerjakan kemaksiatan maka hujjah dan alasan tersebut batal karena hal-hal dibawah ini:

Pertama
Firman Allah:
''Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan akan mengatakan, 'Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun'. Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah, 'Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga kamu dapat mengemukakan kepada kami? Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanya berdusta.''(Al-An'am:148).
Seandainya alasan mereka dalam ayat ini benar pasti Allah tidak mengadzab mereka.

Kedua
Firman Allah
''(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'' (An-Nisa':165).
Jika takdir dibenarkan untuk menjadi alasan mereka yang membangkang para rasul, maka hujah dan alasan tersebut tidak ditiadakan setelah datang rasul-rasul tersebut karena pembangkangan mereka setelah diutusnya rasul juga terjadi atas takdir dan ketentuan Allah.

Ketiga
Hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim dan lafazh dari riwayat Imam al-Bukhari dari Ali bin Abi Thalib, sesungguhnya Nabi bersabda.
''Setiap orang dari kalian telah ditentukan tempatnya di Surga atau di Neraka. Seseorang bertanya, 'Kenapa kita tidak pasrah saja, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab: 'Jangan, akan tetapi berbuatlah karena masing-masing akan dimudahkan”. Kemudian beliau membaca ayat, 'Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa.'' (AI-Lail: 5)
Dalam riwayat Muslim dengan lafahz
''Masing-masing dimudahkan sesuai takdirnya.''
Maka Rasulullah memerintahkan untuk berbuat dan melarang pasrah kepada takdir.

Keempat
Allah melarang dan memerintah hamba-Nya sesuai dengan kemampuannya dan tidak membebankan kepadanya kecuali yang dia sanggup.

Firman Allah
''Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu.'' (At-Taghabun:l6).

Firman-Nya
''Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupunnya.''(Al-Baqarah: 286)

Jika seorang hamba melakukan perbuatan dengan terpaksa, tentu ia akan mendapatkan beban yang tidak mungkin ia bisa lepas darinya. Ini jelas tidak benar.
Oleh karena itu jika ia berbuat sesuatu maksiat karena bodoh, lupa atau dipaksa maka ia tidak berdosa.

Kelima
Qadar (takdir) Allah adalah suatu rahasia yang tidak bisa diketahui, kecuali setelah terjadi. Kehendak manusia untuk berbuat dan melakukan tindakan mendahului perbuatannya, ini berarti kehendaknya untuk berbuat dan melakukannya ada sebelum ia tahu tentang takdir Allah tersebut, maka batallah hujjahnya dengan takdir tersebut, karena tidak dibenarkan seseorang berdalih dengan sesuatu yang tidak ia ketahui.

Keenam
Dalam hal keduniawian setiap orang berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan hati dan tak seorang pun yang ingin mendapatkan kepahitan dunia lalu berdalih dengan takdir, tetapi kenapa di saat ia ingin berbuat kemudharatan dalam masalah agama dan akhiratnya kemudian berdalih dengan takdir? Bukankah keduanya sama?
Suatu contoh,
Jika seseorang di hadapannya ada pilihan dua jalan. Jalan yang satu menuju negeri yang kacau den tidak aman, banyak terjadi pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, kelaparan dan segala yang menakutkan sedang jalan lainnya menuju negeri yang aman, tertib, tenang penuh kedamaian dan keselamatan bagi kehormatan, harta benda serta jiwa. Jalan manakah yang akan ia tempuh? Ia pasti memilih jalan yang kedua, jalan aman yang mengantarkannya menuju negeri yang aman dan tertib. Tidak mungkin bagi orang yang berakal sehat memilih jalan yang menuju negeri yang kacau dan menakutkan lalu berdalih dengan takdir. Kenapa ia memilih dalam perkara akhirat jalan Neraka bukannya jalan Surga lalu berdalih dengan takdir?

Contoh lain
Orang sakit yang disuruh dokter minum obat pahit yang berlawanan dengan keinginan nafsunya dan ia dilarang memakan suatu makanan yang membahayakan kesehatannya sementara nafsunya sangat menginginkan. Semua ini dalam rangka mendapatkan kesembuhan dan kesehatan tubuh. Tidak mungkin ia menolak meminum obat atau memakan makanan yang dilarang oleh dokter tersebut lalu berdalih dengan takdir. Tapi kenapa di saat ia menolak perintah Allah dan Rasul-Nya atau mengerjakan larangan Allah dan Rasul-Nya ia berdalih dengan takdir?

Ketujuh
Jika orang yang berdalih dengan takdir di saat melanggar kewajiban atau mengerjakan kemaksiatan diganggu hak dan kehormatannya oleh orang lain dengan dalih takdir dan orang itu mengatakan, Jangan salahkan saya jika saya mengganggu hak dan kehormataan Anda karena semua ini terjadi atas takdir Allah, pasti ia tidak akan menerima alasan tersebut. Kenapa ia tidak bisa menerima alasan tersebut jika ia yang diganggu dan dinodai hak dan kehormatannya, sementara ia membuat alasan yang sama dalam melanggar hak Allah?

Disebutkan dalam suatu riwayat dari Umar bin Khathab bahwa beliau pernah memotong tangan pencuri, maka pencuri tersebut berkata: Sebentar, wahai Amirul Mukminin, Sebetulnya saya mencuri ini atas takdir Allah. Umar menjawab: Kami memotong tanganmu ini juga karena takdir Allah.

BUAH BERIMAN KEPADA TAKDIR
Beriman terhadap qadar (takdir) membuahkan basil yang sangat besar:
Pertama
Bersandar kepada Allah disaat melakukan usaha, tidak bersandar pada hukum sebab akibat semata karena segala sesuatu yang terjadi atas takdir dan kehendak Allah.
Kedua
Seseorang menjadi tidak bangga diri di saat mendapatkan keinginannya karena seluruhnya pemberian dan karunia Allah. Sebab bangga diri akan membuat seseorang lalai untuk mensyukuri nikmat Allah.
Ketiga
Merasa tenang dan tentram jiwanya dalam menghadapi segala yang terjadi pada dirinya dan tidak merasa gundah dan gelisah di saat ditimpa musibah atau kehilangan sesuatu yang dicintainya. Karena hal itu terjadi atas kehendak dan takdir Allah yang menguasai langit dan bumi, semua yang Dia kehendaki pasti terjadi.

Firman Allah:
''Tiada suatu musibahpun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirmu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya, sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan kepadamu dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri'' (Al-Hadid:22-23)

Nabi bersabda:

''Sungguh menakjubkan segala urusan orang mukmin, seluruhnya baik, yang itu tidak terjadi kecuali pada diri orang mukmin. Jika ia mendapatkan kenikmatan lalu bersyukur maka itu baik baginya, jika tertimpa musibah lalu bersabar maka itu juga baik baginya.''(HR. Muslim)

Diambil dari Syarh Tsalatsatil Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Senin, 09 Juni 2008

syukur

Ya Allah …
Aku bersyukur bahwa aku belum memiliki semua yg kuiinginkan, itu
memberiku alasan untuk mengejarnya.
Aku bersyukur tidak mengetahui segalanya, karena itu memberiku
kesempatan untuk belajar.
Aku bersyukur Engkau memberiku masa-masa sulit, karena di masa-masa
itulah aku dapat tumbuh dan berkembang.
Aku bersyukur untuk keterbatasanku dan ketidaksempurnaanku, karena itu
memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri.
Aku bersyukur atas semua cobaan dan tantangan, karena aku yakin itu
akan membangun kekuatan dan karakterku.
Aku bersyukur atas rasa sedih, susah, duka dan nestapa, karena
merekalah aku bisa lebih tegar dan bijak.
Aku bersyukur atas segala kesalahan dan kegagalan, karena mereka
memberiku pelajaran yang berharga.
Aku bersyukur atas letih, lelah dan capekku, karena mereka kawan
terbaik usahaku.
Ya Tuhanku, Aku bersyukur Engkau tidak menjadikan segalanya mudah
bagiku, karena disanalah aku dapat menemukan makna hidupku dan lebih
mendekatkan diri padaMu.
Aku bersyukur atas apa yang telah aku dapat, yang telah aku capai
Dan aku bersyukur atas segala nikmat Mu
Amin.

Minggu, 08 Juni 2008

Kisah si Pemberi roti

Diriwayatkan dari Abu Burdah, ia bercerita, "Menjelang wafatnya Abu Musa
berpesan, 'Wahai anakku, ingatlah tentang kisah si pemilik roti'.

Dikisahkan ada seorang laki-­laki yang beribadah dalam padepokannya selama
70 tahun, tidak pernah turun (beranjak), kecuali satu hari saja. Ketika
itu ada setan yang datang menyerupai seorang perempuan. Kemudian, ahli
ibadah ini hidup bersama perempuan tersebut selama 7 hari 7 malam.

Setelah itu terbukalah tabirnya, dia pun keluar dan ber­taubat. Setiap
kali dia melangkahkan kaki untuk melakukan sesuatu, ia selalu shalat dan
bersujud.

Suatu malam ia berlindung ke sebuah toko, di sana terdapat 12 orang
miskin. Karena merasa sangat lelah, ,akhirnya ber­istirahat di sela-sela
antara dua orang lelaki miskin.

Tiba-tiba seorang rahib datang, dia diutus mendatangi orang-orang miskin
ini setiap malam dengan membawa roti yang banyak, lalu memberikannya ke
setiap orang di antara mereka itu satu roti besar. Rahib itu melewati
laki-laki yang bertaubat tersebut, mengira bahwasanya dia juga orang
miskin. Akhirnya dia pun memberinya satu roti besar pula.

Ada satu orang miskin yang belum kebagian roti, lalu bertanya kepada
rahib, 'Mengapa Anda tidak memberi aku roti?' Rahib yang membagikan roti
itu menjawab, 'Sungguh malam ini aku tidak memberimu sesuatu apa pun'.

Laki-laki yang bertaubat itu memperhatikan roti yang dipe­gangnya, lalu
memberikannya kepada si miskin yang tidak kebagian dan sangat membutuhkan
karena lapar dan lelah.

Keesokan harinya, laki-laki bertaubat itu meninggal ....

Kemudian, ibadahnya selama 70 tahun ditimbang dengan kemaksiatannya selama
7 malam. Ternyata lebih berat keburukan­nya yang 7 malam. Dan kebaikannya
memberi sepotong roti ditimbang dengan kemaksiatannya selama 7 malam, dan
lebih berat kebaikannya memberi roti.


Abu Musa berkata, 'Wahai anakku, ingat-ingatlah kisah si pemberi roti itu'."


Demikianlah, sesungguhnya sedekah itu dapat meredam­kan murka Allah. Oleh
karena itu, bersegeralah untuk menginfak­kan harta kita di jalan Allah.
Sadarilah bahwa dunia ini fana, tetapi segala sesualu yang kita sedekahkan
akan kekal di sisi Allah Ta'ala. Suatu saat nanti, kita pasti akan
memetiknya di sana, kita akan merasa puas dengan apa yang telah kita
berikan. Akan tetapi, jika kita pelit, takut akan menjadi fakir dan
kekurangan, lalu kita mengumpulkan harta tersebut karena tamak dan bakhil,
maka kita akan menyesal dan celaka ( Hendra Leonard)

Wasiat

Tiga wasiat Abdullah bin sadad kepada anaknya :
Pertama :
Wahai anakku, aku telah merasakan seluruh kenikmatan, tetapi tidak ada yang lebih nikmat dari sifat kemurahan hati memaafkan kesalahan orang lain.
Kedua:
Wahai anakku. Aku telah merasakan kepahitan hidup, tetapi tidak ada yang lebih pahit dari selalu bergantung kepada orang lain.
Ketiga:
Wahai anakku, aku telah mengangkat besi dan bebatuan yang berat, tetapi tidak ada yang lebih berat dari memikul hutang.

Minggu, 01 Juni 2008

Bagaikan menggali sumur

Apabila Anda menggali sumur, Anda harus menggalinya jauh ke dalam sampai Anda menemukan sumber mata airnya.
Dapatkah sumur itu penuh tanpa mencapai sumber yang dalam itu?
Bila Anda bergantung pada hujan atau sumber luar lain untuk mengisi sumur itu, maka air itu hanya akan menguap atau diserap oleh tanah. Lalu, bagaimana Anda dapat membasuh diri Anda atau menghilangkan dahaga Anda?
Hanya jika Anda menggali cukup dalam untuk mendapatkan mata air, maka Anda akan sampai pada sumber air yang tak habis-habisnya.
Demikian juga halnya, jika Anda hanya membaca ayat-ayat dari kitab suci, tanpa menggali lebih dalam untuk mencari maknanya, hal itu seperti menggali sebuah sumur tanpa mencapai mata airnya atau seperti mencoba mengisinya dengan air hujan.
Kedua cara ini tidak akan memadai. Hanya apabila Anda membuka mata air yang ada di dalamnya dan ilmu Tuhan mengalir dari sana, maka mata air sifat-sifat Tuhan akan mengisi hatimu. Hanya setelah itu Anda dapat menerima kekayaan-Nya. Hanya setelah itu Anda akan mendapatkan kedamaian dan Ketenangan.
Kearifan dan ilmu Tuhan ini harus timbul dari dalam diri Anda; kisah Tuhan dan doa mesti dipahami dari sisi batin. Maka Anda akan memperoleh semua yang Anda butuhkan untuk diri Anda, dan Anda juga akan merasa cukup untuk berbagi dengan orang lain.(www.gagakmas.org)